Kamis, 10 November 2011

PASAR DAN PEMERINTAH

      Oleh: Titi Susanti   

            Menurut Samuelson dan Nordhaus (2003:29), pasar dalam pengertian umum merupakan tempat bertemuanya antara pedagang dan pembeli yang kemudian berinteraksi untuk menentukan harga dan mengadakan pertukaran barang dan jasa. Dalam pengertian ilmu ekonomi, pasar adalah pertemuan permintaan dan penawaran sehingga sifatnya interaktif, bukan fisik[1]. Mekanisme pasar adalah proses penentuan tingkat harga berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran.
Segala sesuatu di pasar pasti memiliki harga yang merupakan nilai dari barang dalam satuan uang. Harga mengkoordinasi keputusan-keputusan para produsen dan konsumen dalam sebuah pasar. Harga yang lebih tinggi cenderung mengurangi pembelian konsumen dan mendorong produksi. Fungsi harga sebagai roda penyeimbang dalam mekanisme pasar. Dalam sebuah pasar terdapat istilah harga keseimbangan, harga keseimbangan adalah posisi harga yang membuat konsumen dan produsen tidak ingin menambah atau mengurangi jumlah yang dikonsumsi atau dijual, permintaan sama dengan penawaran.
Selain harga, permintaan juga merupakan unsur utama pembentuk pasar. Permintaan adalah keinginan konsumen untuk membeli suatu barang pada tingkat harga selama periode waktu tertentu (Prathama dan Manurung, 2008:24). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi permintan barang, yaitu:
1.      Harga barang itu sendiri
Hukum permintaan menyatakan bahwa, “Jika harga suatu barang naik, ceteris paribus, maka jumlah barang yang diminta akan berkurang, dan sebaliknya”. Hukum permintaan tidak berlaku pada seluruh barang, terdapat tiga barang yang menjadi pengecualian hukum permintaan ini. pertama, barang yang memiliki unsur spekulasi misalnya emas, saham, dan tanah. Daya beli dari barang ini bertambah ketika harga naik karena adanya unsur spekulasi. Kedua, barang prestise yang dapat menambah prestise seseorang yang memilikinya. Barang ini harganya mahal sekali, dan jika harganya bertambah mahal maka permintaan terhadap barang tersebut akan meningkat, misalnya mobil mewah, lukisan, handphone, dan lain-lain. Yang terakhir adalah barang giffen, ketika harga barang ini turun maka permintaannya juga akan menurun. Hal ini disebabkan efek pendapatan yang negatif dari barang giffen lebih besar dari naiknya jumlah barang yang diminta karena barlaku efek substitusi yang selalu positif.
2.      Harga barang lain yang terkait
3.      Tingkat pendapatan perkapita
4.      Selera atau kebiasaan
5.      Jumlah penduduk
6.      Perkiraan harga di masa mendatang
7.      Distribusi pendapatan
8.      Usaha-usaha produsen meningkatkan penjualan.  
Jika ada permintaan pasti selalu ada penawaran, begitu pula yang terjadi di pasar, dipasar juga terdapat proses penawaran. Penawaran merupakan jumlah barang yang ditawarkan produsen pada berbagai tingkat harga selama satu periode tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran antara lain:
1.      Harga barang itu sendiri
Hukum penawaran menjelaskan, “Semakin tinggi harga suatu barang, ceteris paribus, semakin banyak jumlah barang tersebut yang ingin ditawarkan oleh penjual, dan sebaliknya”.
2.      Harga barang lain yang terkait
3.      Harga Faktor produksi
4.      Biaya produksi
5.      Teknologi produksi
6.      Jumlah pedagang/penjual
7.      Tujuan perusahaan
8.      Kebijakan pemerintah.
Pasar akan menemukan suatu keseimbangan pasar antara penawaran dan permintaan karena pasar menyeimbangkan seluruh kekuatan yang beroperasi dalam ekonomi. Keseimbangan antara semua pembeli dan penjual berbeda inilah yang disebut ekuilibrium pasar. Dengan menyeimbangkan para penjual dan para pembeli (penawaran dan permintaan) dalam tiap-tiap pasar, maka ekonomi pasar secara serentak menyelesaikan ketiga masalah apa, bagaimana dan untuk siapa[2]. Garis besar keseimbangan pasar yaitu:
1.      Barang-barang dan jasa-jasa apa yang diproduksi didasari oleh keputusan pembelian para konsumen setiap hari, bukan berdasarkan pemungutan suara 2 hingga 4 tahun sekali. Uang yang dibayarkan ke dalam cash register perusahaan pada akhirnya menjadi upah, uang sewa, dan deviden.
2.      Bagaimana barang-barang dihasilkan ditentukan oleh persaingan diantara produsen yang berbeda dan cara terbaik untuk memenangkan persaingan adalah mempertahankan biaya pada tingkat minimum dengan menerapkan metode-metode produksi yang paling efisien. Dalam hal ini perbaiakn dan inovasi sangat dibutuhkan.
3.      Untuk siapa barang-barang diproduksi, siapa yang mengkonsumsi dan berapa banyak, tergantung pada penawaran dan permintaan dalam pasar-pasar faktor produksi. Pasar-pasar faktor yaitu pasar untuk faktor-faktor produksi yang menentukan tingkat upah, sewa tanah, suku bunga, dan keuntungan. Harga-harga seperti itu disebut harga-harga faktor.
Faktor-faktor penentu utama dari bentuk perekonomian adalah raja kembar, yaitu selera dan teknologi. Selera bawaan dan yang diperoleh akan mengarahkan penggunaan-penggunaan sumber daya masyarakat serta memilih suatu titik pada batas kemungkinan produksi (production posibility frontier-PPF). Sumber daya teknologi yang tersedia mendikte barang apa saja yang harus diproduksi. Hal inilah yang nantinya dapat membatasi para calon konsumen yang potensial.
Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi Adam Smith menjelaskan teori “invisible hand”, yaitu sekalipun setiap individu hanya mementingkan kepentingan dna keuntungannya sendiri, mereka dituntun oleh tangan yang tidak kelihatan untuk bekerja demin suatu tujuan yang bukan merupakan bagian dari tujuannya. Dengan mengejar kepentingan sendiri seringkali dia memajukan kepentingan masyarakat secara lebih berhasil. Ekonomi pasar yang kompetitif ini pasar akan memeras sebanyak mungkin barang dan jasa yang bermanfaat dari sumber daya yang tersedia. Tetapi jika monopoli sudah merajalela maka bukan efisiensi yang didapat melainkan inefiensi. Barang akan menjadi mahal, jasa menjadi tidak berharga, dan terjadi pemusatan faktor produksi pada satu pihak sehingga nantinya dapat mengakibatkan ketimpangan pendapatan.
Dari penjelasan-penjelasan diatas maka dapat kita temukan dampak kelebihan dan kelemahan mekanisme pasar. Beberapa kelebihan mekanisme pasar antara lain adalah, pasar dapat memberikan informasi yang lebih tepat, memberi perangsang intuk mengembangkan kegiatan, memeberi perangsang untuk memperoleh keahlian modern, menggalakkan penggunaan barang dan faktor produksi secara efisien, dan memberikan kebebasan yang tinggi kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi. Sedangkan kelemahan pasar yaitu, kebebasan pasar yang tidak terbatas dapat menindas golongan-golongan tertentu, keadaan kegiatan ekonomi menjadi tidak stabil, sistem pasar dapat menimbulkan monopoli, tidak dapat menyediakan beberapa jenis barang secara efisien dan kegiatan produsen serta konsumen kemungkinan dapat menimbulkan eksternalitas negatif.
Seharusnya perekonomian pasar yang ideal adalah sebuah perekonomian yang di dalamnya semua barang dan jasa secara sukarela dipertukarkan dengan uang pada harga-harga pasar. Sistem tersebut akan memeras secara maksimum sumber daya yang tersedia di masyarakat tanpa campur tangan pemerintah. Melihat kondisi ini maka pemerintah dituntut untuk melakukan inrvensi dalam pasar. Fungsi dari intervensi pemerintah ada tiga, yaitu pertama, untuk meningkatkan efisiensi dengan menciptakan persaingan, mengendalikan eksternalitas negatif, dan menyediakan barang-barang publik. Kedua, memajukan keadilan dengan menggunakan pajak dan program-program pengeluarannya untuk mendistribusikan kembali. Dan yang terakhir, membantu perkembangan stabilitas serta pertumbuhan makro-ekonomi, mengurangi pengangguran dan inflasi sambil mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneternya .
Tetapi dalam pelaksanaannya pemerintah bukanlah sebagai stimulus dalam proses efisiensi ekonomi melainkan membuat alokasi sumber daya menjadi lebih buruk. Kegagalan ini berkaitan dengan perilaku rumah tangga atau perusahaan yang bertindak sebagai rent seeker demi memperbesar keuntungan individu. Stiglitz (2000) mengemukakan empat faktor yang menyebabkan kegagalan pemerintah, yaitu faktor keterbatasan informasi, keterbatasan kemampuan mengendalikan respons sektor swasta, keterbatasan dalam kontrol birokrasi dan faktor politik. Ratusan institusi pemerintah yang dimiliki oleh sebuah negara baik di pusat maupun daerah biasanya menyebabkan proses informasi menjadi tidak sempurna sehingga beberapa program yang bertujuan baik dalam pross pelaksanaannya menjadi berdampak buruk. Selain itu, pemerintah juga tidak dapat mengontrol pengeluaran pada berbagai tingkatan maka respons dari sektor swasta tidak selalu berhasil dikendalikan. Meskipun pemerintah berhasil memutuskan program-program tetapi proses pelaksanaan yang ditentukan oleh kemampuan institusi pemerintah, dalam hal menyusun detail pemerintah, pelaksanaan dan evaluasi. Selain itu pemerintah juag harus menyiapkan undang-undang hal ini tidak selalu dapat dikontrol sepenuhnya oleh pemerintah yang berkuasa. Pada umumnya pertimbangan faktor politis yang digunakan untuk memutuskan sebuah program pemerintah sehingga faktor efisiensi seringkali dikesampingkan. 
Kesimpulannya melihat kondisi pasar yang tidak mampu melakukan efisiensi secara maksimal tanpa merugikan golongan-golongan tertentu, pemerintah dituntut untuk melakukan campur tangan. Tetapi pada realitanya pemerintah belum mampu secara maksimal menggunakan kewenangannya untuk memotong jalur-jalur yang menyebabkan inefisiensi pasar. Bahkan sebaliknya upaya-upaya pemerintah malah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Dengan keterbatasan-keterbatasan ini diharapkan pemerintah selalu melakukan evaluasi dan instrospeksi dalam seluruh inervensi dan kebijakan-kebijakannya demi mencapai tujuan utama adanya perekonomian dalam suatu negara yaitu kesejahteraan rakyatnya.     

Referensi:

Mandala, dkk, Paradigma Administrasi Publik dan Perkembangannya, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2010.
Prathama, Rahardja, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Jakarta, 2008.
Sadono, Sukirno,  Mikro Ekonomi: Teori Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Stiglitz, E. J, Economic of The Public Sector, Norton and Company, 2000.
Samuelson dan Nordhaus, Ilmu Ekonomi Mikro: Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Media Global Edukasi, 2003.



[1] Prathama Rahardja dan Mandala Manurung , Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Jakarta, 2008, hlm. 24.
[2] Samuelson dan Nordhaus, Ilmu Ekonomi Mikro: Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Media Global Edukasi. 2003, hlm. 30-31. 

KEGAGALAN PASAR

Oleh: Titi Susanti

Dalam ekonomi mikro, dapat ditemukan istilah kegagalan pasar, ada beberapa definisi yang menjelaskan tentang kegagalan pasar antara lain, yaitu:

Prijono Tjiptoherijanto dan Mandala Manurung (2010:33) mengartikan bahwa kegagalan pasar posisi ketika pasar gagal membawa perekonomian dalam kondisi optimal pareto.

Sadono Sukirno (2005:44) menjelaskan bahwa kegagalan pasar adalah ketidakmampuan dari suatu perekonomian pasar untuk berfungsi secara efisien dan menimbulkan keteguhan dalam kegiatan dan pertumbuhan ekonomi.

Kenneth Arrow (1969) mendefinisikan kegagalan pasar sebagai sebuah situasi di mana ekonomi swasta tidak memiliki insentif untuk menciptakan pasar potensial yang baik, dan ketidakmampuan ini adalah hasil yang baik dalam hilangnya efisiensi.

Jadi kegagalan pasar adalah kondisi ketika pasar tidak mampu mencapai kondisi efisien secara ekonomi atau yang biasa disebut ‘optimal pareto’. Lodyard (1987) menyatakan bahwa “cara terbaik untuk mengetahui kegagalan pasar yang pertama harus memahami kesuksesan pasar”. Pasar gagal mencapai kondisi sempurna atau seimbang karena belum mampu menjadi alokasi yang efisien (kesuksesan pasar). Syarat pasar dapat dikategorikan mampu menjadi alokasi yang efisien antara lain:

1.      Struktur Pasar adalah Persaingan Sempurna
Persaingan sempurna menggambarkan pasar dalam kondisi tidak ada peserta yang memiliki kekuatan pasar (market power) cukup besar untuk menetapkan harga pada produk homogen yang dijual di pasar.
2.      Barang atau Jasa yang Dipertukarkan adalah Barang atau Jasa yang Privat.
Barang atau jasa privat bersifat rival dan eksklusif sehingga tidak dapat dikonsumsi dalam waktu yang bersamaan.
3.      Pasar tidak Dibatasi oleh Dimensi Waktu dan Tempat
Pasar tidak dibatasi oleh dimensi waktu dan tempat membuat proses penyesuaian diri dari satu kondisi keseimbangan ke keseimbangan lainnya dapat berjalan seketika sehingga mekanisme pasar dapat mengabaikan biaya transportasi maupun biaya transaksi.  

Kegagalan pasar dapat dimaknai bahwa konsumsi barang atau jasa secara ekonomi terlalu rendah (underconsumtion) atau terlalu banyak (overconsumtion) ketika dilihat dari sisi permintaan. Sedangkan dari sisi penawaran kegagalan pasar terjadi ketika penawaran barang terlalu sedikit (undersupply) atau terlalu banyak (oversupply). Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pasar adalah: (1) informasi yang tidak sempurna, (2) kekuatan monopoli, (3) eksternalitas, (4) barang publik dan (5) komoditi altruis[1]. Informasi yang tidak sempurna. Informasi yang tidak sempurna dapat menyebabkan alokasi sumber daya menjadi tidak efisien. Struktur pasar yang bertolak belakang dengan pasar persaingan sempurna adalah monopoli, karena dalam pasar monopoli hanya terdapat satu produsen yang menghasilkan keseluruhan produk industri.  Selain monopoli juga ada stuktur pasar lain yang juga merugikan konsumen yaitu pasar olgopoli. Pasar oligopoli hanya terdiri dari seelompok kecil perusahaan raksasa yang menguasai sebagian pasar. Eksternalitas adalah manfaat yang dinikmati atau biaya/kerugian yang harus ditanggung masyarakat sebagai dampak keputusan yang diambil satu pelaku ekonomi. Eksternalitas hanya mengakibatkan keseimbangan pasar bukan keseimbangan yang efisien. Output keseimbangan bisa terlalu banyak atau terlalu sedikit sehingga harga keseimbangan bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari harga seharusnya. Kondisi barang publik yang bersifat nonrival dan noneksklusif yang menempatkan sifat konsumsi untuk pengguna adalah nol menimbulkan adanya pemboncengan gratis free rider dalam penyediaan barang publik. Komoditi altruis adalah komoditi yang permintaan atau penawarannya muncul hanya karena alasan kemanusiaan.
Kecacatan mekanisme pasar yang terjadi dalam kegagalan pasar inilah yang menyebabkan pemerintah melakukan campur tangan untuk[2]:

1.      Menjamin kesamaan hak antar individu sehingga terhindar dari eksploitasi pihak lain.
2.      Menjaga stabilitas ekonomi dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat.
3.      Mengawasi kegiatan-kegiatan perusahaan agar praktek monopoli tidak merugikan.
4.      Menyediakan barang publik untuk mempertinggi kesejahteraan sosial masyarakat.
5.      Mengelola eksternalitas agar biaya sosial dapat ditekan sampai titik minimum dan manfaat sosial tetap dapat dimaksimalkan.

Beberapa bentuk intervensi yang pada umumnya dilakukan oleh pemerintah yaitu, kontrol harga, kontrol kuantitas, pajak dan subsidi, serta regulasi. Pemerintah menentukan penetapan harga jual tertinggi (ceiling price) dan harga jual minimum (floor price). Harga jual tertinggi biasanya ditentukan lebih rendah dari harga pasar agar pemerintah dapat memperbaiki kesejahteraan pengguna (konsumen). Sedangkan harga jual minimum biasanya ditentukan lebih tinggi dari dari harga keseimbangan pasar agar dapat memperbaiki kesejahteraan pemasok (produsen). Kontrol kuantitas yang dilakukan yaitu, mengontrol agar hasil akhir dari kuota sama dengan hasil akhir kahir kontrol harga karena jika kuantitas berubah maka harga juga akan berubah. Sebenarnya, pajak adalah transfer sumber daya dari sektor privat (rumah tangga atau perusahaan) ke sektor publik (pemerintah) yang nantinya akan kembali ke masyarakat berupa subsidi (pajak negatif) meskipun nanti akan didapat secara tidak langsung. Regulasi adalah keputusan pemerintah dalam bidang hukum untuk memperbaiki eisiensi alokasi agar pelaku ekonomi menyesuaikan perilaku yang sesuai dengan keputusan pemerintah. Hal ini tidak lain seperti yang menjadi tujuan utama pemerintah yaitu memperbaiki tingkat kesejahteraan sosial. Tetapi dalam pelaksanaannya pemerintah bukanlah sebagai stimulus dalam proses efisiensi ekonomi melainkan membuat alokasi sumber daya menjadi lebih buruk. Kegagalan ini berkaitan dengan perilaku rumah tangga atau perusahaan yang bertindak sebagai rent seeker demi memperbesar keuntungan individu. Stiglitz (2000) mengemukakan empat faktor yang menyebabkan kegagalan pemerintah, yaitu faktor keterbatasan informasi, keterbatasan kemampuan mengendalikan respons sektor swasta, keterbatasan dalam kontrol birokrasi dan faktor politik. Ratusan institusi pemerintah yang dimiliki oleh sebuah negara baik di pusat maupun daerah biasanya menyebabkan proses informasi menjadi tidak sempurna sehingga beberapa program yang bertujuan baik dalam pross pelaksanaannya menjadi berdampak buruk. Selain itu, pemerintah juga tidak dapat mengontrol pengeluaran pada berbagai tingkatan maka respons dari sektor swasta tidak selalu berhasil dikendalikan. Meskipun pemerintah berhasil memutuskan program-program tetapi proses pelaksanaan yang ditentukan oleh kemampuan institusi pemerintah, dalam hal menyusun detail pemerintah, pelaksanaan dan evaluasi. Selain itu pemerintah juag harus menyiapkan undang-undang hal ini tidak selalu dapat dikontrol sepenuhnya oleh pemerintah yang berkuasa. Pada umumnya pertimbangan faktor politis yang digunakan untuk memutuskan sebuah program pemerintah sehingga faktor efisiensi seringkali dikesampingkan.      
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kegagalan pasar yang terjadi dalam realita ekonomi di lapangan merupakan hal yang normal akibat tingginya syarat yang harus dipenuhi untuk menghasilkan efisiensi tertinggi. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah harus turut andil untuk mengatasi kegagalan pasar dengan kebijakan pemerintah sebagai aparatur negara. Mulai dari menyeimbangkan kekuatan pasar agar tidak terjadi monopoli ataupun ologopoli berlebihan melalui kebijakan dalam harga, pajak dan regulasi, hingga mengatur subsidi sebagai bentuk dari negative tax. Tetapi dalam proses pelaksanaannya negara ternyata belum mampu membuat pasar menuju ‘optimal pareto’ dikarenakan oleh keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki dan faktor politik yang kental dalam perilaku pemerintahannya. Sehingga selanjutnya diharapkan negara harus selalu melakukan perbaikan pengambilan keputusan kebijakan untuk memenuhi tujuan ekonomi negara yang sebenarnya yaitu menyejahterakan rakyatnya.

Referensi:
Mandala, dkk, Paradigma Administrasi Publik dan Perkembangannya, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2010.
Prathama, Rahardja, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Jakarta, 2008.
Sadono, Sukirno,  Mikro Ekonomi: Teori Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Stiglitz, E. J, Economic of The Public Sector, Norton and Company, 2000.


[1] Prijono Tjiptoherijanto dan Mandala Manurung, Paradigma Administrasi Publik dan Perkembangannya, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2010, hlm 39-42.
[2] Prathama Rahardja, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Jakarta, 2008, hlm. 45. 

INFLASI DAN KESEMPATAN KERJA

Inflasi
Perusak stabilitas yang terjadi dalam kasus ekonomi adalah inflasi, kondisi ini biasanya merusak ekspektasi para pelaku ekonomi yang terjadi ketika tingkat harga umum naik. Mandala manurung menjelaskan bahwa inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Maka dapat diketahui bahwa komponen pembentuk inflasi terdiri dari tiga hal yaitu kenaikan harga, bersifat umum dan terus menerus[1].
1.      Kenaikan Harga
Harga suatu komoditas bisa dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga periode sebelumnya. Perbandingan tingkat harganya biasanya dilakukan dengan jarak waktu mulai dari seminggu, sebulan, triwulan, hingga setahun.
2.      Bersifat Umum
Kenaikan harga suatu komoditas dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut menyebabkan harga-harga secara umum naik. Contoh yang paling familiar adalah kenaikan BBM.
3.      Berlangsung Terus Menerus
Jika kenaikan itu hanya berlangsung sesaat maka belum bisa dikatakan inflasi, sebab perhitungan inflasi dapat dilakukan dalam rentang waktu minimal sebulan.
Inflasi menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa kan terus naik sehingga mendorong para konsumen untuk melakukan pembelian barang dan jasa lebih banyak dari biasanya. Permintaan atas barang dan jasa yang meningkat ini membuat produsen melakukan penundaan penjualan untuk mendapat keuntungan yang besar. Jelas terlihat bahwa penawaran barang dan jasa berkurang dari seharusnya sehingga kelebihan permintaan yang membesar ini akan mempercepat laju inflasi dan akibatnya perekonomian akan menjadi semakin bertambah buruk. Sehingga analisa yang dilakukan dapat dikaitkan dengan permintaan dan penawaran agregat, hal ini bisa terjadi karena permintaan dan penawaran agregat adalah permintaan serta penawaran barang dan jasa dalam suatu perekonomian selama satu periode tertentu. Selain itu terdapat juga inflasi yang terjadi karena dominannya tekanan permintaan agregat dan inflasi yang terjadi karena kenaikan biaya produksi. Stagflasi menjadi bagian terakhir dalam analisa inflasi. Stagflasi menerangkan kombinasi dari dua keadaan buruk yaitu stagnasi dan inflasi. Penjelasannya menjadi suatu kondisi yang tingkat pertumbuhan ekonominya nol persen pertahun ditambah dengan inflasi. 
Terdapat tiga ketegangan dalam inflasi yaitu, inflasi rendah, inflasi yang melambung dan hiperinflasi. Ciri-ciri dari inflasi rendah adalah ketika harga umum naik secara perlahan , dapat diramalkan dan didefinikan sebagai tingkat inflasi tahunan dengan digit tunggal. Selanjutnya inflasi melambung adalah inflasi dalam cakupan digit ganda atau triple kenaikan harganya 20 %, 100 %, hingga 200 %. Dalam kondisi ini nilai mata uang turun secara cepat sehingga orang-orang hanya memegang uang dalam jumlah minim dan terbatas untuk keperluan transaksi sehari-hari. Inflasi terakhir adalah hiperinflasi, dalam kondisi ini harga-harga meningkat jutaan bahkan milyaran persen per tahun. Semua barang-barang menjadi langka, uang terlalu banyak beredar di masyarakat, dan semua orang cenderung menimbun barang-barang.
Menurut J.M. Keynes, inflasi akan menyebabkan nilai nyata mata uang berubah-rubah tak menentu, terjadi hubungan permanen antara debitur dan kreditur yang membentuk dasar pokok kapitalsme, dan proses memperolah kekayaan menjadi menurun. Selain itu samuelson juga menjelaskan bahwa selama inflasi terjadi penyimpangan terhadap harga relatif. Hal ini menyebabkan dua akibat yaitu, yang pertama adalah redistribusi pendapatan dan kekayaan diantara kelompok yang berbeda dan yang kedua yaitu mengurangi efisiensi ekonomi serta mengurangi output total. Secara umum, redistribusi kekayaan dari kreditur ke debitur pada inflasi tidak terantisipasi, lebih menguntungkan peminjam dan merugikan yang memberi pinjaman. Inflasi mengurangi efisiensi ekonomi karena mendistorsi harga dan sinyal harga,  dalam inflasi rendah, jika harga suatu barang naik maka produsen dan konsumen akan secara cepat merespon kondisi tersebut. Tetapi ketika dalam inflasi tinggi para konsumen mengalami kesulitan membedakan antara perubahan pada harga relatif dengan harga keseluruhan.
Menurut Prathama dan Manurung terdapat beberapa indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu antara lain adalah indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan besar (IHPB), indeks harga implisit (IHI)dan alternatif dari indeks harga impilisit. Indeks harga konsumen adalah adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka indeks harga perdagangan besar melihat inflasi dari sisi produsen. Dan untuk mendapatkan gambaran inflasi yang paling mewakili keadaan sebenarnya, ekonom menggunakan indeks harga implisit (GDP deflator). Dalam kasus-kasus tertentu menghitung inflasi tidak dapat menggunakan IHI karena tidak memiliki data maka perhitungan masih dapat dilakukan dengan membandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil, karena pada dasarnya tingkat inflasi merupakan selisih antara keduanya.
Akibat dari inflasi ini ada beberapa maslah sosial yang timbul di masyarakat antara lain, yaitu:
1.      Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat
Tingkat kesejahteraan rakyat dapat mudah diketahui dengan tingkat daya beli pendapatan yang diperoleh. Inflasi menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil dan tetap (kecil).
2.      Memburuknya distribusi pendapatan
Ketika inflasi mencapai angka 20% setahun maka akan ada sekelompok masyarakat yang mampu meningkatkan pendapatan riil tetapi sebagian besar masyarakat mengalami penurunan pendapatan riil. Sehingga hal ini mengakibatkan distribusi pendapatan, dilihat dari pendapatan riil akan makin pemburuk.
3.      Terganggunya stabilitas ekonomi
Stabilitas ekonomi adalah sangat kecilnya tindakan spekulasi dalam perekonomian. Produsen berproduksi secara optimal dan konsumen juga memakai barang serta jasa secara optimal. Kondisi nyaman ini mulai terganggu bila inflasi yang relatif tinggi menjadi hiperinflasi.

Kesempatan Kerja
Orang-orang yang memiliki pekerjaan adalah pekerja, orang-orang yang memiliki pekerjaan tetapi sedang mencarinya adalah pengangguran, orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak mencarinya tidak termasuk angkatan kerja dan yang terakhir kelompok yang terdiri dari semua orang adalah angkatan kerja. Ketika inflasi terjadi maka kesempatan kerja yang disediakan akan mulai menurun maka secara otomasti akan menimbulkan pengangguran. Angka pengangguran adalah jumlah pengangguran dibagi dengan jumlah total angkatan kerja. Seorang dikatakan menganggur jika dia ingin bekerja dan telah berusaha mencari pekerjaan tetapi tidak mendapatkannya. Ada dua dasar pengklasifikasian pengangguran, yaitu pendekatan angkatan kerja dan pendekatan pemanfaatan tenaga kerja. Pendekatan angkatan kerja mendefinisikan penganggur sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja. Sedangkan pada pendekatan pemanfaatan tenaga kerja, angkatan kerja dibedakan menjadi tiga kelompok, yakni:
1.      Menganggur (unemployed), yaitu mereka yang sama sekali tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
2.      Setengah menganggur (underemployed), yaitu mereka yang bekerja, tetapi belum dimanfaatkan secara penuh atau kurang dari 35 jam dalam seminggu.
3.      Bekerja penuh (employed), yaitu orang-orang yang bekerja penuh atau jam kerjanya mencapai 35 jam per minggu.
Ahli ekonomi membagi pengangguran menjadi empat kelompok:
a.       Pengangguran friksional, dimana pekerja berada diantara beberapa pekerjaan atau masuk dan keluar dari angkatan kerja. Ketika perekonomian dapat mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh, atau pengangguran tidak melebihi angka 4% maka pengangguran tersebut bernama pengangguran friksional.
b.       Pengangguran struktural, terdiri dari pekerja-pekerja yang berada di daerah atau industri yang mengalami kemerosotan secara terus menerus karena angkatan kerja tidak seimbang atau upah nyata yang tinggi. Pengangguran ini dikatakan pengangguran struktural karena sifatnya yang mendasar. Pencari kerja tidak mampu memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan yang tersedia.
c.       Pengangguran siklis, terdiri dari pekerja-pekerja yang dirumahkan ketika keseluruhan perekonomian mengalami penurunan. Pengangguran ini bisa terjadi akibat perubahan-perubahan dalam tingkat kegiatan perekonomian.
d.      Pengangguran musiman, pengangguran ini berkaitan erat dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek, terutama terjadi di sektor pertanian.
Ketika pengangguran sudah sangat struktural dan mencapai kondisi yang krosnis maka akan menimbulkan dampak negatif, dampak tersebut antara lain:
  1. Terganggunya stabilitas perekonomian
Pengangguran struktural dan kronis akan mengganggu stabilitas perekonomian dilihat dari sisi permintaan dan penawaran agregat.
1.      Melemahnya permintaan agregat
Ketika kesempatan kerja sudah sangat rendah dan terjadi secara struktural maka daya beli akan menurun, yang nantinya akan menimbulkan penurunan permintaan agregat.
2.      Melemahnya penawaran agregat
Dilihat dari peranan tenaga kerja sebagai faktor produksi utama, ketika makin sedikit tenaga kerja yang digunakan akan menimbulkan dampak pada makin kecilnya penawaran agregat.
  1. Terganggunya stabilitas sosial dan politik
Pengangguran tidak hanya masalah ekonomi melainkan juga masalah sosial politik. Sebab dampak sosial dari pengangguran lebih besar dari masa-masa sebelumnya. Pengangguran yang tinggi akan meningkatkan kriminalitas, baik berupa pencurian, perampokan, penyalahgunaan obat-obat terlarang maupun kegiatan-kegiatan ekonomi ilegal lainnya. Biaya ekonomi untuk mengatasi masalah-masalah ini sangat besar dan sulit diukur tingkat efisiensi dan efektifitasnya.

Inflasi dan Pengangguran
Samuelson dan Nordhaus menjelaskan bahwa cara yang baik dalam menyajikan proses inflasi dikembangkan oleh ahli ekonomi A.W. Philips, yang mengukur penentu inflasi upah[2]. Setelah melakukan studi terhadap data pada pengangguran dan upah di Inggris Philips menemukan hubungan kebalikan antara pengangguran dan perubahan upah uang. Ia menemukan bahwa upah cenderung akan naik ketika pengangguran rendah dan juga sebaliknya. Hal ini terjadi karena pekerja tidak menekan kenaikan upah saat pilihan akan pekerjaan yang hanya sedikit dan perusahaan tidak akan menaikkan upah saat keuntungan rendah. Kurva Philips berguna untuk menganalisa gerakan jangka pendek pengangguran dan inflasi. Bagian penting dari aritmatikan inflasi terdapat pada kurva ini. Kurva jangka pendek Philips cenderung bergeser terus selama inflasi yang diharapkan dan faktor lainnya berubah. Apabila pembuat kebijakan bermaksud menjaga pengangguran dibawah NAIRU (Nonaccelerating Inflation Rate of Unemployment) untuk jangka panjang, inflasi akan cenderung naik. Teori inflasi modern berpijak pada konsep NAIRU, yaitu tingkat pengangguran terendah yang dapat dinikmati tanpa resiko inflasi. Hal ini mewakili tingkat pengangguran dari sumberdaya dimana pekerja dan produk pasar berada dalam keadaan keseimbangan inflasi. Berdasarkan teori NAIRU, tidak ada pertukaran permanen antara pengangguran dan inflasi, dan kurva Philips jangka panjang adalah vertikal.



[1] Prathama Rahardja dan Mandala Manurung , Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Jakarta, 2008, hlm. 372.
[2] Samuelson dan Nordhaus, Ilmu Ekonomi Makro: Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Media Global Edukasi. 2004, hlm. 394-395.

BARANG PUBLIK DAN EKSTERNALITAS

Barang Publik
Untuk menjelaskan perbedaan antara Barang Publik dan Barang Privat dapat dilihat dari dua pertanyaan mendasar yaitu, pertama, barang manakah yang memiliki sifat rival comsumtion? Rival consumtion berarti bahwa ketika barang tersebut digunakan oleh satu individu maka barang tersebut tidak dapat digunakan oleh individu lain. Sebaliknya sifat non-rival consumtion berarti ketika barang tersebut digunakan oleh satu individu maka tidak akan mencegah atau mengganggu individu lain untuk menggunakan barang tersebut juga, nah hal inilah yang terjadi pada barang publik. Pertanyaan kedua, yaitu eksklusif, apakah untuk mendapatkan manfaat dari mengkonsumsi barang publik seseorang harus melakukan pengorbanan? Jawabannya tentu saja tidak. Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa barang publik adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu tidak akan habis untuk individu lainnya, barang publik yang disediakan pemerintah merupakan barang milik pemerintah yang dibiayai melalui anggaran belanja negara. Ciri-ciri barang publik yaitu pada pengunaannya/pemanfaatannya tanpa saingan (non-rivalry in consumption), tanpa pengorbanan untuk mendapatkannya (non-exclusive in consumption).  Terdapat lima jenis barang publik yang dibagi menurut karakteristik barang dan jasa, yaitu:
1.      Barang publik murni (disediakan pemerintah dan swasta yang harus melakukan dan mengatur distribusi barang tersebut): barang yang dari aspek penggunaanya non rivalry yaitu tidak ada persaingan dan non exclusive yaitu tidak ada pengorbanan untuk mendapatkannya. Misalnya : pertahanan, peradilan, dan perlindungan.
2.      Barang semi publik (disediakan oleh pemerintah maupun swasta): barang yang dari aspek penggunaanya non rivalry tetapi biaya namun ketika konsumen mengkonsumsi secara berlebihan maka akan timbul kebosanan, misalnya : laut, padang gembala taman, klub olah raga.
3.      Barang publik semi privat (disediakan oleh pemerintah maupun swasta): barang yang penggunaannya bersifat rivalry, tetapi pemanfataan tidak bersifat exlusive. Misalnya : rumah sakit, pemancar radio, rumah sakit swasta, sekolah swasta, dan siaran televisi khusus.
4.      Barang privat (disediakan oleh swasta murni): bersifat rivalry yaitu adanya persaingan penggunaan (konsumsi) dan exlusive yaitu adanya pengorbanan untuk mendapatkannya. Misalnya : mobil, pakaian, kesehatan untuk orang miskin.
5.      Barang merit (sebenarnya negara berkewajiban untuk memenuhinya): komoditi atau jasa yang menjadi kebutuhan individu atau masyarakat tanpa berkaitan dengan kemampuan untuk membayar ataupun kemauan untuk membayar. Misalnya : tempat tinggal untuk orang miskin, pendidikan dan kesehatan.
Dalam penyediaan barang publik juga terdapat tiga teori besar yang menjelaskan darimana pemerintah menentukan jumlah barang publik diproduksi untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Teori-teori tersebut ialah:
1.      Teori Pigou : pengadaan barang publik harus dibiayai dari pajak. Tersedianya barang yang dibutuhkan tentu menimbulkan kepuasan, tetapi pajak pada umumnya tidak disukai, sehingga menimbulkan ketidak puasan. Pajak itu akan efisien dalam penyediaan barang publik ketika kepuasan  atas tersedianya barang itu sama dengan ketidakpuasan atas pembayaran pajaknya.
2.      Teori Bowen dan Samoelson : dasar penetapan jumlah barang publik yang harus diproduksi didasarkan pada harga barang itu. Meskipun hak mengkonsumsi barang publik masing-masing individu adalah sama, tetapi tingkat kebutuhan masing-masing individu itu berbeda. Sehingga konsumen akan membayar pajak sesuai dengan kebutuhan yang ia perlukan.
3.      Teori Erick Lindhal dan Wicksell : berpendapat harus ada sebuah badan nasional yang akan menentukan banyaknya barang publik yang akan disediakan. Penyediaan barang publik itu nanti didasarkan oleh seberapa besar kebutuhan masyarakat akan barang tersebut dan dengan diketahuinya seberapa besar jumlah produksi barang maka badan ini akan menentukan seberapa besar jumlah pajak yang harus dibayar. Teori ini menghubungkan antara pajak yang dibayar dan manfaat yang diperolah.
Permasalahan yang timbul dari barang publik ini yaitu adanya free rider (penumpang gratis/pengendara bebas) yaitu seseorang yang mengkonsumsi sumber daya tanpa membayar atau tidak membayar secara penuh/ kurang. Salah satu contohnya yaitu, seseorang yang tidak membayar pajak, dengan membayar pajak berarti ikut membantu membayar untuk barang-barang publik. Karena semua warga negara mendapatkan keuntungan dari, seperti jalan, pabrik pengolahan air.

Eksternalitas
Eksternalitas : merupakan efek samping suatu tindakan pelaku ekonomi terhadap pelaku ekonomi lain yang merupakan pengaruh-pengaruh sampingan terjadi apabila perusahaan-perusahaan atau orang-orang membebankan biaya atau manfaat atas orang lain diluar tempat berlangsungnya pasar. Eksternalitas muncul ketika seseorang atau perusahaan mengambil tindakan yang mempunyai efek bagi seseorang ataupun perusahaan, efek tersebut tidak dibayar oleh individu atau perusahaan yang bertindak. Disebut eksternal karena mekanisme pasar tidak dapat memasukkan semua biaya, yaitu biaya sosial, biaya sebenarnya dari barang tersebut dalam penentuan harga barang (true cost). Eksternalitas dibagi menjadi dua tipe yaitu eksternalitas positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas positif terjadi apabila pengaruh sampingan sifatnya membangun. Salah satu contohnya yaitu pembangunan jaringan jalan raya. Sedangkan eksternalitas negatif akan  terjadi apabila pengaruh sampingannya bersifat menganggu dapat berupa gangguan kecil hingga ancaman besar. Contohnya antara lain, polusi udara dan air, kerusakan karena pertambangan terbuka, limbah-limbah berbahaya, obat-obatan dan makanan yang membahayakan dan bahan-bahan radio aktif.

Jenis-jenis ekternalitas yang dapat terjadi dalam interaksi ekonomi (Pearee dan Nash, 1991; Bohm, 1991):
1.           Produsen dan produsen : seorang produsen dapat menimbulkan externalitas positif maupun negatif. Misalnya : seorang produsen (A) melatih tenaga kerjanya, produsen (B) menerima externalitas positif karena memperoleh tenaga terdidik tanpa harus memberikan pelatihan.
2.           Konsumen dan produsen : aktivitas produsen dapat pula menimbulkan efek terhadap utilitas individu tanpa mendapat kompensasi apapun. Misalnya : suatu pabrik mengeluarkan asap yang menyebabkan polusi udara, udara kotor pabrik terpaksa dihirup oleh masyarakat.
3.           Konsumen dan produsen : Misalnya setiap hari seseorang membuang sisa makanannya ke sungai, aliran sungai masuk ke kolam-kolam sehingga ikan dikolam cepat besar tanpa diberi makan oleh pemiliknya. Dalam hal ini pemilik kolam menerima eksternalitas positif dari tindak konsumen yang membuang sisa makannya.
4.           Konsumen dan konsumen : dampak yang timbul karena tingkat utilitas seseorang mempengaruhi tingkat utilitas orang lain. Misalnya seorang pengendara sepeda motor yang mengeluarkan asap tebal dan menyebabkan orang-orang disekitarnya menjadi sesak napas.

Faktor-Faktor penyebab ekternalitas
1.      Keberadaan Barang Publik
Karena sifat barang publik yang tidak ekslusif dan merupakan konsumsi umum.  Keadaan seperti akhirnya cendrung mengakibatkan berkurangnya insentif atau rangsangan untuk memberikan kontribusi terhadap penyediaan dan pengelolaan barang publik.  Kalaupun ada kontribusi, maka sumbangan itu tidaklah cukup besar untuk membiayai penyediaan barang publik yang efisien, karena masyarakat cendrung  memberikan nilai yang lebih rendah dari yang seharusnya (undervalued).
2.      Sumber Daya Bersama
Keberadaan sumber daya bersama (common resources) atau akses terbuka terhadap sumber daya tertentu  ini tidak jauh berbeda dengan keberadaan barang publik di atas. 
Sumber-sumber daya milik  bersama, sama halnya dengan barang-barang publik, tidak ekskludabel.  Sumber-sumber daya ini terbuka bagi siapa saja yang ingin memanfaatkannya, dan cuma-cuma.  Namun tidak seperti barang publik, sumber daya milik  bersama memiliki sifat bersaingan.  Pemanfaatannya oleh  seseorang, akan mengurangi peluang bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama.  Jadi, keberadaan sumber daya milik bersama ini, pemerintah juga perlu mempertimbangkan seberapa banyak pemanfaatannya yang efisien.  Contoh klasik tentang bagaimana eksternalitas terjadi pada kasus sumberdaya bersama ini adalah seperti yang diperkenalkan oleh Hardin (1968) yang terkenal dengan  istilah tragedi barang umum (the tragedy of the commons).


3.      Ketidaksempurnaan Pasar
Masalah lingkungan bisa juga terjadi ketika salah satu partisipan didalam suatu tukar manukar hak-hak kepemilikan (property rights) mampu mempengaruhi hasil yang terjadi (outcome).  Hal ini bisa terjadi pada pasar yang tidak sempurna  (imperfect market) seperti pada kasus monopoli (penjual tunggal).
4.      Kegagalan Pemerintah
Sumber ketidakefisienan dan atau eksternalitas tidak saja diakibatkan oleh kegagalan pasar tetapi juga karena kegagalan pemerintah (government failure).  Kegagalan pemerintah banyak diakibatkan tarikan kepentingan pemerintah sendiri atau kelompok  tertentu (interest groups) yang tidak mendorong efisiensi.  Kelompok tertentu ini memanfaatkan pemerintah untuk mencari keuntungan (rent seeking) melalui proses politik, melalui kebijaksanaan dan sebagainya.

Kebijakan Publik Untuk Mengatasi Eksternalitas
1.      Regulasi
Mengatasi suatu eksternalitas dengan melarang atau mewajibkan perilaku tertentu dari pihak-pihak tertentu yang disebut regulasi atau pendekatan komando dan kontrol untuk melenyapkan eksternalitas. Seperti pemerintah dapat menindak pihak-pihak tertentu yang mencemari lingkungan dengan limbah produksinya.  
2.      Pajak pigovian dan subsidi
Pajak Pigovian adalah pajak yang khusus diterapkan untuk mengoreksi dampak dari suatu eksternalitas negatif. Disebut pajak pigou karena ditemukan oleh ekonom yang bernama Arthur Pigou (1877-1959). Bentuk dari pajak tersebut adalah ketika ada dua pabrik yaitu pabrik baja dan pabrik kertas yang masing-masing membuang limbah 500 ton per tahun, maka hanya dua pilihan yang mereka lakukan. Pertama, Badan Perlindungan Lingkungan Hidup (EPA, Environmental Protection Agency) akan mewajibkan semau pabrik untuk mengurangi limbahnya hingga 300 ton per tahun atau yang kedua, mereka akan dikenai pajak sebesar $50,000 untuk setiap ton limbah yang dibuang oleh setiap pabrik.
Memberi subsidi untuk kegiatan-kegiatan yang memunculkan eksternalitas positif.

Referensi

Mandala, dkk, Paradigma Administrasi Publik dan Perkembangannya, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2010.
Prathama, Rahardja, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Jakarta, 2008.
Guritno Mangkusubroto, Ekonomi Publik, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2010.
Stiglitz, E. J, Economic of The Public Sector, Norton and Company, 2000.

http://ana-ekonomi.blogspot.com/2010/05/eksternalitas-dan-kebijakan-publik.html