Kamis, 10 November 2011

INFLASI DAN KESEMPATAN KERJA

Inflasi
Perusak stabilitas yang terjadi dalam kasus ekonomi adalah inflasi, kondisi ini biasanya merusak ekspektasi para pelaku ekonomi yang terjadi ketika tingkat harga umum naik. Mandala manurung menjelaskan bahwa inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Maka dapat diketahui bahwa komponen pembentuk inflasi terdiri dari tiga hal yaitu kenaikan harga, bersifat umum dan terus menerus[1].
1.      Kenaikan Harga
Harga suatu komoditas bisa dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga periode sebelumnya. Perbandingan tingkat harganya biasanya dilakukan dengan jarak waktu mulai dari seminggu, sebulan, triwulan, hingga setahun.
2.      Bersifat Umum
Kenaikan harga suatu komoditas dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut menyebabkan harga-harga secara umum naik. Contoh yang paling familiar adalah kenaikan BBM.
3.      Berlangsung Terus Menerus
Jika kenaikan itu hanya berlangsung sesaat maka belum bisa dikatakan inflasi, sebab perhitungan inflasi dapat dilakukan dalam rentang waktu minimal sebulan.
Inflasi menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa kan terus naik sehingga mendorong para konsumen untuk melakukan pembelian barang dan jasa lebih banyak dari biasanya. Permintaan atas barang dan jasa yang meningkat ini membuat produsen melakukan penundaan penjualan untuk mendapat keuntungan yang besar. Jelas terlihat bahwa penawaran barang dan jasa berkurang dari seharusnya sehingga kelebihan permintaan yang membesar ini akan mempercepat laju inflasi dan akibatnya perekonomian akan menjadi semakin bertambah buruk. Sehingga analisa yang dilakukan dapat dikaitkan dengan permintaan dan penawaran agregat, hal ini bisa terjadi karena permintaan dan penawaran agregat adalah permintaan serta penawaran barang dan jasa dalam suatu perekonomian selama satu periode tertentu. Selain itu terdapat juga inflasi yang terjadi karena dominannya tekanan permintaan agregat dan inflasi yang terjadi karena kenaikan biaya produksi. Stagflasi menjadi bagian terakhir dalam analisa inflasi. Stagflasi menerangkan kombinasi dari dua keadaan buruk yaitu stagnasi dan inflasi. Penjelasannya menjadi suatu kondisi yang tingkat pertumbuhan ekonominya nol persen pertahun ditambah dengan inflasi. 
Terdapat tiga ketegangan dalam inflasi yaitu, inflasi rendah, inflasi yang melambung dan hiperinflasi. Ciri-ciri dari inflasi rendah adalah ketika harga umum naik secara perlahan , dapat diramalkan dan didefinikan sebagai tingkat inflasi tahunan dengan digit tunggal. Selanjutnya inflasi melambung adalah inflasi dalam cakupan digit ganda atau triple kenaikan harganya 20 %, 100 %, hingga 200 %. Dalam kondisi ini nilai mata uang turun secara cepat sehingga orang-orang hanya memegang uang dalam jumlah minim dan terbatas untuk keperluan transaksi sehari-hari. Inflasi terakhir adalah hiperinflasi, dalam kondisi ini harga-harga meningkat jutaan bahkan milyaran persen per tahun. Semua barang-barang menjadi langka, uang terlalu banyak beredar di masyarakat, dan semua orang cenderung menimbun barang-barang.
Menurut J.M. Keynes, inflasi akan menyebabkan nilai nyata mata uang berubah-rubah tak menentu, terjadi hubungan permanen antara debitur dan kreditur yang membentuk dasar pokok kapitalsme, dan proses memperolah kekayaan menjadi menurun. Selain itu samuelson juga menjelaskan bahwa selama inflasi terjadi penyimpangan terhadap harga relatif. Hal ini menyebabkan dua akibat yaitu, yang pertama adalah redistribusi pendapatan dan kekayaan diantara kelompok yang berbeda dan yang kedua yaitu mengurangi efisiensi ekonomi serta mengurangi output total. Secara umum, redistribusi kekayaan dari kreditur ke debitur pada inflasi tidak terantisipasi, lebih menguntungkan peminjam dan merugikan yang memberi pinjaman. Inflasi mengurangi efisiensi ekonomi karena mendistorsi harga dan sinyal harga,  dalam inflasi rendah, jika harga suatu barang naik maka produsen dan konsumen akan secara cepat merespon kondisi tersebut. Tetapi ketika dalam inflasi tinggi para konsumen mengalami kesulitan membedakan antara perubahan pada harga relatif dengan harga keseluruhan.
Menurut Prathama dan Manurung terdapat beberapa indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu antara lain adalah indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan besar (IHPB), indeks harga implisit (IHI)dan alternatif dari indeks harga impilisit. Indeks harga konsumen adalah adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka indeks harga perdagangan besar melihat inflasi dari sisi produsen. Dan untuk mendapatkan gambaran inflasi yang paling mewakili keadaan sebenarnya, ekonom menggunakan indeks harga implisit (GDP deflator). Dalam kasus-kasus tertentu menghitung inflasi tidak dapat menggunakan IHI karena tidak memiliki data maka perhitungan masih dapat dilakukan dengan membandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil, karena pada dasarnya tingkat inflasi merupakan selisih antara keduanya.
Akibat dari inflasi ini ada beberapa maslah sosial yang timbul di masyarakat antara lain, yaitu:
1.      Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat
Tingkat kesejahteraan rakyat dapat mudah diketahui dengan tingkat daya beli pendapatan yang diperoleh. Inflasi menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil dan tetap (kecil).
2.      Memburuknya distribusi pendapatan
Ketika inflasi mencapai angka 20% setahun maka akan ada sekelompok masyarakat yang mampu meningkatkan pendapatan riil tetapi sebagian besar masyarakat mengalami penurunan pendapatan riil. Sehingga hal ini mengakibatkan distribusi pendapatan, dilihat dari pendapatan riil akan makin pemburuk.
3.      Terganggunya stabilitas ekonomi
Stabilitas ekonomi adalah sangat kecilnya tindakan spekulasi dalam perekonomian. Produsen berproduksi secara optimal dan konsumen juga memakai barang serta jasa secara optimal. Kondisi nyaman ini mulai terganggu bila inflasi yang relatif tinggi menjadi hiperinflasi.

Kesempatan Kerja
Orang-orang yang memiliki pekerjaan adalah pekerja, orang-orang yang memiliki pekerjaan tetapi sedang mencarinya adalah pengangguran, orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak mencarinya tidak termasuk angkatan kerja dan yang terakhir kelompok yang terdiri dari semua orang adalah angkatan kerja. Ketika inflasi terjadi maka kesempatan kerja yang disediakan akan mulai menurun maka secara otomasti akan menimbulkan pengangguran. Angka pengangguran adalah jumlah pengangguran dibagi dengan jumlah total angkatan kerja. Seorang dikatakan menganggur jika dia ingin bekerja dan telah berusaha mencari pekerjaan tetapi tidak mendapatkannya. Ada dua dasar pengklasifikasian pengangguran, yaitu pendekatan angkatan kerja dan pendekatan pemanfaatan tenaga kerja. Pendekatan angkatan kerja mendefinisikan penganggur sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja. Sedangkan pada pendekatan pemanfaatan tenaga kerja, angkatan kerja dibedakan menjadi tiga kelompok, yakni:
1.      Menganggur (unemployed), yaitu mereka yang sama sekali tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
2.      Setengah menganggur (underemployed), yaitu mereka yang bekerja, tetapi belum dimanfaatkan secara penuh atau kurang dari 35 jam dalam seminggu.
3.      Bekerja penuh (employed), yaitu orang-orang yang bekerja penuh atau jam kerjanya mencapai 35 jam per minggu.
Ahli ekonomi membagi pengangguran menjadi empat kelompok:
a.       Pengangguran friksional, dimana pekerja berada diantara beberapa pekerjaan atau masuk dan keluar dari angkatan kerja. Ketika perekonomian dapat mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh, atau pengangguran tidak melebihi angka 4% maka pengangguran tersebut bernama pengangguran friksional.
b.       Pengangguran struktural, terdiri dari pekerja-pekerja yang berada di daerah atau industri yang mengalami kemerosotan secara terus menerus karena angkatan kerja tidak seimbang atau upah nyata yang tinggi. Pengangguran ini dikatakan pengangguran struktural karena sifatnya yang mendasar. Pencari kerja tidak mampu memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan yang tersedia.
c.       Pengangguran siklis, terdiri dari pekerja-pekerja yang dirumahkan ketika keseluruhan perekonomian mengalami penurunan. Pengangguran ini bisa terjadi akibat perubahan-perubahan dalam tingkat kegiatan perekonomian.
d.      Pengangguran musiman, pengangguran ini berkaitan erat dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek, terutama terjadi di sektor pertanian.
Ketika pengangguran sudah sangat struktural dan mencapai kondisi yang krosnis maka akan menimbulkan dampak negatif, dampak tersebut antara lain:
  1. Terganggunya stabilitas perekonomian
Pengangguran struktural dan kronis akan mengganggu stabilitas perekonomian dilihat dari sisi permintaan dan penawaran agregat.
1.      Melemahnya permintaan agregat
Ketika kesempatan kerja sudah sangat rendah dan terjadi secara struktural maka daya beli akan menurun, yang nantinya akan menimbulkan penurunan permintaan agregat.
2.      Melemahnya penawaran agregat
Dilihat dari peranan tenaga kerja sebagai faktor produksi utama, ketika makin sedikit tenaga kerja yang digunakan akan menimbulkan dampak pada makin kecilnya penawaran agregat.
  1. Terganggunya stabilitas sosial dan politik
Pengangguran tidak hanya masalah ekonomi melainkan juga masalah sosial politik. Sebab dampak sosial dari pengangguran lebih besar dari masa-masa sebelumnya. Pengangguran yang tinggi akan meningkatkan kriminalitas, baik berupa pencurian, perampokan, penyalahgunaan obat-obat terlarang maupun kegiatan-kegiatan ekonomi ilegal lainnya. Biaya ekonomi untuk mengatasi masalah-masalah ini sangat besar dan sulit diukur tingkat efisiensi dan efektifitasnya.

Inflasi dan Pengangguran
Samuelson dan Nordhaus menjelaskan bahwa cara yang baik dalam menyajikan proses inflasi dikembangkan oleh ahli ekonomi A.W. Philips, yang mengukur penentu inflasi upah[2]. Setelah melakukan studi terhadap data pada pengangguran dan upah di Inggris Philips menemukan hubungan kebalikan antara pengangguran dan perubahan upah uang. Ia menemukan bahwa upah cenderung akan naik ketika pengangguran rendah dan juga sebaliknya. Hal ini terjadi karena pekerja tidak menekan kenaikan upah saat pilihan akan pekerjaan yang hanya sedikit dan perusahaan tidak akan menaikkan upah saat keuntungan rendah. Kurva Philips berguna untuk menganalisa gerakan jangka pendek pengangguran dan inflasi. Bagian penting dari aritmatikan inflasi terdapat pada kurva ini. Kurva jangka pendek Philips cenderung bergeser terus selama inflasi yang diharapkan dan faktor lainnya berubah. Apabila pembuat kebijakan bermaksud menjaga pengangguran dibawah NAIRU (Nonaccelerating Inflation Rate of Unemployment) untuk jangka panjang, inflasi akan cenderung naik. Teori inflasi modern berpijak pada konsep NAIRU, yaitu tingkat pengangguran terendah yang dapat dinikmati tanpa resiko inflasi. Hal ini mewakili tingkat pengangguran dari sumberdaya dimana pekerja dan produk pasar berada dalam keadaan keseimbangan inflasi. Berdasarkan teori NAIRU, tidak ada pertukaran permanen antara pengangguran dan inflasi, dan kurva Philips jangka panjang adalah vertikal.



[1] Prathama Rahardja dan Mandala Manurung , Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Jakarta, 2008, hlm. 372.
[2] Samuelson dan Nordhaus, Ilmu Ekonomi Makro: Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Media Global Edukasi. 2004, hlm. 394-395.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar